Potensi Pajak Daerah Cukup Tinggi
2018 Ditarget Rp 200,2 Miliar
PURWOKERTO-Potensi pendapatan dari sektor pajak daerah di Kabupaten Banyumas cukup tinggi. Jadi, makin tahun target pencapaian terus naik. Hal ini tidak lepas dari berbagai terobosan dan perbaikan kinerja pelayanan dari pemerintah maupun adanya peningkatan kesadaran dari wajib pajak daerah (WPD).
Pada tahun 2017, target dari sektor pajak daerah di Banyumas hanya Rp 123 miliar. Kemudian di APBD induk 2018 naik menjadi Rp 165 miliar atau naik 130 persen. Kemudian di APBD peruban 2018 naik lagi menjadi Rp 200,2 miliar.
Hingga Oktober lalu, sudah terealisasi Rp 175 miliar atau 87.56 persen. Hingga akhir tahun masih kurang Rp 24, 8 miliar dan peluang terpenuhinya cukup besar, mengingat masih ada waktu efektif dua bulan. Keberanian mematok kenaikan target pajak daerah yang signifikan terlihat pada tahun berjalan, saat masuk di APBD perubahan.
Ini dilakukan karena melihat dinamika dalam penagihan maupun kebiasaan WPD memenuhi kewajiban membayar pajak terkait. "Di Banyumas berbeda dari kota-kota besar yang sejak awal sudah merencanakan kenaikan pajak yang cukup besar, tapi kadang realisasinya malah sebaliknya.
Kalau kita realistis, perlahan sambil mencermati perkembangan. Saat masuk di perubahan biasanya baru ada kepastian kenaikan yang signifikan," kata Kepala Bidang Penagihan dan Administrasi Pendapatan, Badan Keuangan Daerah (BKD) Pemkab Banyumas, Maryono, kemarin.
Dia mengaku optimistis target pajak daerah tahun ini bakal tercapai. Bahkan, kemungkinan besar dari sepuluh jenis pajak daerah bisa melampaui target yang sudah ditetapkan Bupati dan DPRD.
"Dalam APBD perubahan 2018, pendapatan dari pajak daerah ditarget Rp 200,2 miliar, dan sampai 31 Oktober lalu rata-rata persentase keseluruhan sudah di atas 80 persen. Dan ini masih dua bulan lagi, optimistis bakal tercapai," kata Maryono.
Ada sepuluh jenis pajak daerah di Banyumas. Yakni pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, dan pajak penerangan jalan (PPJ). Juga pajak parkir, pajak air tanah, pajak mineral, pajak bea perolehan hak tanah dan bangunan (BPHTB), dan pajak bumi bangunan pedesaan perkotaan (PBB P2).
Menurut Maryono, dari sepuluh jenis pajak daerah itu, untuk pajak reklame dan PBB P2 masih rendah. Untuk PBB P2, pencapaiannya belum maksimal, karena ada target kenaikan yang cukup tinggi tahun ini. Target sebelumnya hanya Rp 40 miliar, sekarang menjadi Rp 50 miliar.
Ini karena ada tuntutan kebutuhan anggaran pembangunan, sehingga penyediaan dananya juga cukup besar. "Untuk PBB P2 dari target Rp 50 miliar, sampai Oktober sudah Rp 47 miliar, dan kurang Rp 3 miliar harus bisa dicapai November- Desember.
Setelah September ke sini, penagihan mulai kendor. Strateginya, semua pegawai BKD bidang penagihan turun ke wilayah mengintensifkan penagihan," katanya. Untuk PBB P2, diakuinya, justru yang banyak belum membayar adalah wajib pajak di perkotaan, terutama di perumahan.
Banyak pemilik rumah di perumahan, namun tidak ditinggali, hanya sebagai investasi. Saat dilakukan penagihan, petugas tidak bertemu pemilik rumah. Termasuk peralihan perumahan dari tanggungan pengembang ke warga perumahan baru. Sementara pencapaian yang relatif bagus, kata dia, pajak restoran.
Pencapainnya kemungkinan bulan ini sudah tertutup atau bisa melampaui taget. Target sudah dinaikkan tinggi, yakni Rp 14,5 miliar. Pada tahun 2018 Rp 9 miliar di APBD induk, dan pada tahun 2017 hanya Rp 7 miliar.
"Surplusnya kita prediksi bisa sampai Rp 1,5 miliar atau realisasinya bisa sampai Rp 15,5 miliar," ujarnya. Pencapaian terbaik kedua, yakni dari pajak biaya perolehan hak tanah baru (BPHTB). Semula di APBD induk ditarget Rp 36 miliar, menjadi Rp 42,5 miliar (perubahan). Pada posisi bulan ini sudah mendekati pencapaian, yakni Rp 42 miliar.
Untuk pajak parkir, katanya, pada bulan ini bisa terlampaui target. Semula ditarget Rp 1,2 miliar, menjadi Rp 1,5 miliar. Per tanggal 14 November lalu, katanya, kurang sekitar Rp 90 juta. Ini kemungkinan besar sudah bisa tertutup dari lima lokasi objek pajak saja sudah terlampaui. Yakni, dari pajak parkir Rita Supermal, Grosir Moro, Stasiun KA Purwokerto, Depo Pelita, dan Hotel Java Haritage.
Pendapatan untuk beberapa jenis pajak daerah yang lain, diakui masih kecil. Namun ke depan prospektif untuk ditingkatkan. Karena di Banyumas sudah tidak ada lagi target pajak di bawah Rp 1 miliar. "Misalnya pajak air bawah tanah, sampai Oktober kurang Rp 70 juta.
Targetnya Rp 1 miliar sampai Oktober sudah tercapai Rp 900 juta lebih. Padahal, jika dirata-rata penerimaan per bulan dari pajak ini sekitar Rp 80 juta," katanya. Anggota Komisi C DPRD Banyumas, Nanung Astoto, mengatakan, peluang untuk menaikkan target pendapatan dari sektor pajak daerah ke depan masih besar. Untuk PBB P2, pencapaiannya belum signifikan, karena ada pelimpahan dari kantor pajak. Jadi, sistem dan mekanisme penagihan ke bawah masih perlu dikuatkan.
"Aparatur pemerintah di tingkat desa dan kelurahan juga harus aktif melaporkan setiap kali ada perubahan balik nama atas aset tanah dan bangunan di lingkungannya," sarannya. Kebijakan pemerintah mengeluarkan tax amnesty beberapa waktu lalu, diakuinya, juga ada dampaknya. Banyak wajib pajak mengurus pajak BPHTB, sehingga pemasukan ke daerah juga naik.
Untuk pajak hotel dan restoran, potensinya masih cukup tinggi. "Kami sudah menyarankan ke Pemkab, untuk memasang alat tapping box, sehingga bisa online, tidak manual seperti sekarang. Ini bisa kerja sama dengan perbankan. Kalau sudah online dan terkoneksi, pendapatan riil yang harus masuk ke Pemkab bisa dipantau dan diukur," katanya.
Untuk merealisasikan pengadaan alat tersebut, kata wakil rakyat dari Golkar ini, DPRD pasti akan mendukung, karena ini juga berfungsi untuk meningkatkan PAD. Pada tahun anggaran 2019, kemungkinan bisa direalisasikan, karena alat tersebut akan terus dipakai. (G22-37)
Berita Terkait
Comments
Post a Comment