loading...
Dosen Sosiologi FISIP Undana Kupang
RENCANA pemerintah (Menteri Keuangan RI) menaikkan gaji kepala daerah perlu ditinjau kembali. Meminimalisasi korupsi dengan menaikkan gaji kepala daerah belum terbukti berkorelasi positif dengan tingkat korupsi kepala daerah (KORAN SINDO, 08/12/2018).
Benar bahwa di beberapa daerah, gaji kepala daerahnya rendah. Meski demikian, harus pula diingat bahwa kepala daerah memiliki banyak sekali pos pemasukan di luar gaji, yang jika cerdas mengelola, pemasukan dari pos tersebut jauh lebih besar.
Rencana kebijakan menaikkan gaji kepala daerah memang didasarkan pada data tingginya tingkat korupsi kepala daerah. Kepala daerah di Indonesia hampir-hampir identik dengan korupsi. Sejak Januari-Juli 2018, 19 kepala daerah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejak 2015-November 2018, ada 69 kepala daerah yang terjerat korupsi.
Di titik yang lain, maraknya kepala daerah yang melakukan tindakan korupsi berjalan linear dengan besaran dana transfer pusat ke daerah sejak 2015. Disebutkan pada 2015, jumlah dana transfer pusat ke daerah sebanyak Rp623,1 triliun, Rp710,3 triliun (2016), Rp755,9 triliun (2017), dan Rp766,2 triliun (2018).
Korupsi yang dilakukan kepala daerah pun didasarkan pada berbagai motif; mulai dari proyek infrastruktur, pengadaan barang dan jasa, pengisian jabatan, perizinan, pengesahan anggaran hingga alih fungsi hutan. Semua aspek nyaris dikorup dan dicuri.
Harus diakui bahwa tidak semua kepala daerah melakukan korupsi. Kita semua layak mengangkat topi setinggi langit atas komitmen beberapa kepala daerah yang bersih dan prorakyat tersebut. Meski demikian, realitas demikian berjalan linear dengan fakta lain terkait tingginya korupsi yang dilakukan oleh beberapa kepala daerah.
Pertanyaannya ialah apakah korupsi dilakukan karena gaji yang kecil? Tidak. Menyebut kepala daerah, semua mesti berpikir tentang politik berikut mekanisme politik di dalamnya. Proses input hingga outcome politik menjadi penting didiskusikan di sana.
Karena itu, yang harus diperiksa ialah sistem politik kita. Asumsinya, jika sistem politiknya baik, aktor politik yang terlibat di dalamnya sulit melakukan tindakan yang menyimpang. Sebaliknya, jika sistem politik masih acak adut, sulit untuk tidak mengatakan bahwa lembaga politik menjadi titik pusat pemberantasan korupsi.
Efek Kapitalisme Rente
Pada 2011, Fukuyama menulis sebuah karya untuk meralat tesisnya tentang optimisme kapitalisme. Dalam The Origin of Political Order, Fukuyama menulis bahwa demokrasi liberal yang jalannya dibuka kapitalisme ternyata menjadi hantu bagi kemanusiaan.
Sebab, demokrasi liberal yang dipujanya itu hanya menghasilkan kapitalisme rente. Faktanya, kapitalisme menyebabkan munculnya jurang yang semakin lebar antara yang miskin dan kaya di masyarakat.
Dalam waktu yang hampir berdekatan, pada 2014, Fukuyama merevisi tesis utamanya tentang perkembangan demokrasi liberal. Melalui Political Order and Political Decay, Fukuyama (2014) keras menulis bahwa kapitalisme dan demokrasi liberal kuat menunjukkan watak yang kurang baik. Hal ini berdampak pada pesimisme total pada demokrasi.
Comments
Post a Comment