KOMPAS.com - Kecenderungan korupsi yang menjerat Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mengisyaratkan persoalan korupsi di daerah terjadi dalam berbagai pola.
Merujuk data Indonesia Corruption Watch ( ICW), tren penindakan kasus korupsi tahun 2017 mengalami kenaikan cukup signifikan yaitu 30 kepala tertangkap tangan KPK. ICW juga mencatat 29 kasus korupsi memiliki potensi kerugian negara sebesar Rp 231 miliar dengan nilai suap mencapai Rp 41 miliar.
Riset kasus korupsi
Hal inilah yang menjadi perhatian tim pengabdian masyarakat kajian isu strategis Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) yang dipimpin Vishnu Juwono. Tim ini melakukan studi lapangan di Jawa Timur, Jombang, Surabaya, dan Mojokerto.
Baca juga: Tas Berpendar Antar FIA UI Raih Juara Pertama KMI 2018
Selain itu, tim juga menganalisis berbagai putusan pengadilan kasus korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap.
Pengabdian masyarakat yang diawali riset ini dilakukan sejak bulan Mei 2018 dan menghasilkan dirangkum dalam buku berjudul " Korupsi Mengorupsi di Daerah: Studi Pola Korupsi Pemerintahan Daerah 2004-2018".
5 pola korupsi
Diskusi buku diadakan Jumat (23/11/2018) di Auditorium FIA UI menghadirkan pembicara, diantaranya Adnan Topan Husodo (Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW)), Giri Supradiono (Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK), Vishnu Juwono (Dosen FIA UI), Ima Mayasari (dosen FIA UI). Diskusi ini juga dimoderatori Zuliansyah P. Zulkarnain (dosen Administrasi Negara FIA UI).
Menurut Vishnu, dalam buku ini teridentifikasi ada 5 pola korupsi di pemerintahan daerah, diantaranya berkaitan dengan perijinan, pelemahan fungsi pengawasan DPRD, manipulasi pengadaaan barang dan jasa, jual beli jabatan di pemerintahan daerah, dan penyelewengan penggunaan dana desa.
“Kami melihat korupsi yang terjadi di daerah masih menggunakan cara-cara tradisional seperti manipulasi izin, jabatan, dan pengadaan barang dan jasa. Maka tidak heran operasi tangkap tangan KPK selalu berhasil,” kata Vishnu.
Hal ini juga menjadi perhatian KPK, menurut Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Giri Supradiono korupsi akan terus berlangsung apabila tidak menyelesaikan masalah utamanya, yaitu bermuara pada korupsi politik yang melibatkan tokoh politik yang kuat.
Membangun kesadaran masyarakat
Begitupun menurut Koordinator Indonesia Corruption Watch, Adnan Topan Husodo birokrasi merupakan sumber korupsi di pemerintahan daerah, tidak heran banyak birokrat yang terlibat dalam hal ini.
Diskusi buku ini dihadiri 200 orang dari kalangan mahasiswa, media, dosen, dan praktisi. Adapun selain Vishnu, tim pengabdian masyarakat terdiri dari Ima Mayasari, Imas Cempaka Mulia, Syifa Amania Afra, Althof Endawansa dan Vina Rizkanti.
Sekretaris Pimpinan FIA UI, Zuliansyah P. Zulkarnain melalui pesan singkat kepada Kompas.com menyampaikan nilai edukasi yang dapat ditarik untuk masyarakat melalui diskusi ini adalah adanya kecenderungan perilaku permisif dari masyarakat terhadap praktek korupsi kepala daerah atau pejabat publik lainnya.
"Ini terjadi karena masyarakat belum memposisikan dirinya atau menyadari bahwa korupsi itu merugikan mereka baik secara langsung maupun tidak langsung. Jadi membangun kesadaran masyarakat dalam menuntut akuntabilitas politik dan kinerja dari kepala daerah dan pejabat publik menjadi pekerjaan besar," jelas Zulkarnain.
FIA UI dalam hal ini mengambil peran untuk turut mengatasi korupsi melalui kajian-kajian berkaitan dengan public integrity, sistem akuntabilitas pemerintahan, dan open government dalam proses kebijakan. FIA UI kemudian juga mengadvokasi hasil kajian tersebut kepada pemangku kepentingan.
Baca Lagi lanjutan nya di samping https://edukasi.kompas.com/read/2018/11/23/18253531/fia-ui-ajak-masyarakat-waspadai-korupsi-mengorupsi-daerah
Comments
Post a Comment