INFO NASIONAL - Akhir-akhir ini media massa dihiasi dengan pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia yang melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada sejumlah kepala daerah di Indonesia, baik gubernur, bupati, dan wali kota. Tidak hanya kepala daerah yang berasal dari partai oposisi, kepala daerah dari partai pendukung pemerintahan Jokowi-JK serta pengusung Jokowi-Ma'ruf Amin pun tak luput dari bidikan KPK.
Sebut saja OTT KPK 15 Oktober lalu terhadap Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin. Neneng merupakan kader partai pendukung pemerintah. Sebelumnya pada 4 Oktober, Wali Kota Pasuruan, Jawa Timur, Setiyono juga kena OTT KPK. Setiyono pun kader partai pendukung pemerintah, bahkan menjabat ketua partai tersebut di Pasuruan.
“Kita tentu patut mengapresiasi langkah KPK tersebut. Sikap profesional dan tidak pandang bulu itu, perlu diberi terus didukung dan diawasi agar KPK tidak menjadi alat kekuasaan. KPK harus memastikan dirinya bebas dari intervensi apa pun serta objektif dan berpegang kepada bukti-bukti yang cukup dan kuat dalam menangani suatu kasus,” ujar Wali Kota Payakumbuh Riza Falepi.
“Kenyataan itu tentu menimbulkan keprihatinan bagi kita semua, termasuk juga bagi kami, yang juga saat ini diamanahkan sebagai kepala daerah. Bagaimanapun, kepala daerah merupakan simbol suatu daerah. Kepala daerah yang bekerja dan menghadirkan prestasi bagi daerahnya, tentu secara tidak langsung akan mengharumkan nama daerah tersebut di mata publik. Sebaliknya, para kepala daerah yang terjaring OTT KPK tentu memberi citra yang buruk juga bagi daerah tersebut, setidaknya di tataran pengelolaan pemerintahan daerah,” kata Riza lagi.
Riza mengatakan bahwa dirinya senantiasa berdoa agar ke depan tidak ada lagi kepala daerah yang bermain api dengan hal-hal yang berbau korupsi. Kata Riza, sebagai kepala daerah, niatnya cuma satu, yaitu bagaimana memberikan yang terbaik bagi masyarakat di daerah. Misalnya membangun, melayani serta berusaha seoptimal mungkin menjawab kebutuhan dan mengatasi berbagai permasalahan mereka. Dia berharap, dengan niat itu, segala persoalan hukum termasuk OTT terhadap kepala daerah bisa dihindari.
“Alhamdulillah, di tataran pemerintah Kota Payakumbuh sendiri, niat dan semangat memberi tersebut selalu kami gelorakan dan kami tekankan kepada aparatur pemerintahan yang kami ayomi. Kami senantiasa meminta, agar para aparatur bekerja sesuai dengan aturan yang ada. Perhatikan kualitas kerja, karena hasil pekerjaan kita, itulah yang akan dinikmati masyarakat,” kata Riza.
Hasil penelitian Laboratorium Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada awal September lalu menunjukkan, bahwa Tingkat Kepuasan Masyarakat Kota Payakumbuh Atas Kinerja Pemerintah Kota Payakumbuh Sangat Tinggi. Survei yang merujuk pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2017 ini dilakukan berdasarkan beberapa indikator. Di antaranya kenyamanan lingkungan sosial, pelayanan birokrasi, tingkat korupsi, dan indikator kepemimpinan wali kota dan wakil wali kota.
Berbagai penghargaan pun cukup banyak diperoleh Kota Payakumbuh. Di antaranya, Pemkot Payakumbuh dinobatkan sebagai Pengelola Pemerintahan Daerah Terbaik se-Sumatera tahun 2017 dan peringkat 15 secara nasional. Meraih nilai sangat baik (BB) pada Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dari Kementerian PANRB. Meraih predikat Kepatuhan Tinggi dari Ombudsman RI, dan raihan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI selama empat tahun berturut-turut, serta berbagai prestasi lainnya.
Berbagai raihan itu, tentu patut disyukuri dan menjadi penyemangat bagi Pemkot Payakumbuh khususnya untuk terus memberikan yang terbaik bagi masyarakat. “Niat menjadi wali kota adalah untuk mengabdi dan membangun kampung, hal yang sama ada pada diri pasangan kami, Wakil Wali Kota, Saudara Erwin Yunaz,” ujar Riza.
Oleh karena itu, Riza menghimbau semua kepala daerah agar memperkuat komitmen untuk menghadirkan pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean goverment). Mindset tentang relasi kepala daerah dengan fee proyek-proyek seperti masa lampau harus dihilangkan. “Yang ada harus sebaliknya, jangan ladeni mereka yang meminta-minta proyek, yang ujung-ujungnya memberi fee proyek yang bisa menjerat kita. Saya sendiri paling banyak malas meladeni orang-orang seperti ini. Apalagi kalau kualitas kerja mereka selama ini tidak cukup baik. Bagi saya, kualitas kerja itu nomor satu. Selalu saya tekankan dalam setiap pengadaan, kualitas, kualitas dan kualitas,” ucapnya.
Dia mengaku sering dikomplain para pengusaha terkait tuntutan kualitas proyek ini, karena mempengaruhi besarnya keuntungan mereka. “Tapi saya tetap tidak bergeming. Karena bagi saya itu tidak bisa ditawar, meski saya ditekan sana sini, saya tetap konsisten, kualitas nomor satu. Kenapa demikian, karena kita perlu mendidik masyarakat agar negara ini diurus dengan benar. Kita berupaya sekuat tenaga mengubah mindset bahwa kepala daerah itu bukanlah sarangnya koruptor. Masih banyak kepala daerah lain yang tulus berbuat untuk membangun dan mensejahterakan masyarakatnya,” kata Riza Falepi. (*)
Baca Lagi lanjutan nya di samping https://nasional.tempo.co/read/1148603/fenomena-kepala-daerah-terjaring-ott-kpk
Comments
Post a Comment