Merdeka.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi dikarenakan tingginya biaya politik. Biaya politik yang tinggi dan tak sepadan dengan gaji yang didapatkan saat menjadi kepala daerah membuat orang nekat melakukan korupsi.
BERITA TERKAIT
Alexander menjabarkan jika gaji seorang kepala daerah yang dijumlahkan selama lima tahun menjabat tak mampu menutup biaya politik yang dikeluarkan saat kampanye. Alexander mencontohkan kasus penangkapan Bupati Pak Pak di Sumatera Utara.
"Untuk menjadi bupati di Sumatera Utara misalnya saja butuh hingga Rp 20 miliar. Nah kalau gaji Rp 5 juta per bulan dan ditambah tunjangan maka total yang diperoleh jauh dari Rp 20 milliar. Lalu mereka nekat korupsi," ujar Alexander saat mengisi seminar 'Korupsi dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Desa' di UMY, Jumat (23/11).
Alexander menceritakan jika dirinya meyakini jika biaya politik yang tinggi tak membuat kepala daerah setulusnya akan mengabdi. Kepala daerah dengan biaya politik yang tinggi tentu menginginkan pula biaya politik yang telah dikeluarkannya bisa kembali.
Tingginya biaya politik membuat Alexander yakin jika operasi tangkap tangan (OTT) terhadap kepala daerah masih akan terjadi.
"Kalau mekanisme pemilihan kepala daerah masih seperti sekarang dengan biaya politik yang sangat mahal. Sementara di sisi lain penghasilan sangat tidak bisa menutupi biaya (politik). Ya saya yakin OTT pasti akan terjadi lagi dan enggak berhenti," urai Alexander.
Alexander menambahkan selama tahun 2018, KPK sudah melakukan 20 kali OTT terhadap kepala daerah. Sedangkan selama KPK berdiri disebut Alexander sudah lebih dari 100 kepala daerah yang berurusan dengan lembaganya.
"Sejak KPK berdiri kan sudah 100 lebihlah kepala daerah yang di OTT. Tahun ini saja sudah 20 kepala daerah yang di OTT," tutup Alexander. [ded]
Baca Lagi lanjutan nya di samping https://www.merdeka.com/peristiwa/kpk-biaya-politik-tinggi-sebabkan-kepala-daerah-korupsi.html
Comments
Post a Comment